REVIEW NOVEL : MENCINTAI DIRI SENDIRI MELALUI NOVEL CALL ME MISS J KARYA ORIZUKA

 
REVIEW NOVEL : MENCINTAI DIRI SENDIRI MELALUI NOVEL CALL ME MISS J KARYA ORIZUKA

Judul : Call Me Miss J.

Penulis : Orizuka

Penerbit : Teen Noura – Noura Books

Terbit : 2013

Halaman : 318 lembar

      

cover buku

 

Sinopsis:

Tujuh alasan kenapa aku benci dipanggil Miss J:
1. Nama itu semacam pengingat kalau aku punya masalah penampilan.
2. Nama itu dikasih oleh orang yang paling kubenci sejagat raya.
3. Nama itu bikin aku ditertawakan seisi kantin.
4. Nama itu bikin aku terkenal (tidak dalam artian baik) dan jadi objek mading di sekolah.
5. Nama itu membuatku dihukum seminggu.
6. Nama itu bikin cowok yang kusukai bilang aku perlu berubah.
7. Praktisnya, nama itu bikin MALU.
Bisa bayangkan penderitaanku? Aku kan sudah kelas sebelas!
Bagaimana aku bisa memulai romansa SMA-ku kalau terus menerus dipanggil Miss J?

        

          ULASAN BUKU

Bagi penggemar novel-novel romansa modern yang sederhana namun tetap tidak membosankan, pasti tak asing dengan nama ORIZUKA. Awalnya, aku mengira bahwa novel ini merupakan terjemahan dari negeri sakura-mengingat nama penulisnya yang mirip dengan nama-nama di negeri itu. Ternyata, ORIZUKA merupakan singkatan dari nama panjang penulis yaitu Okke Rizka Septania dan merupakan salah satu penulis kesayanganku selain Ifa Avianty dan Santhy Agatha.

Novel Orizuka berjudul Call Me Miss J ini merupakan novel Orizuka yang pertama kali kubaca-dan langsung membuat jatuh cinta sehingga tak pernah berpikir dua kali untuk membeli novel dengan penulis yang sama. Salah satu karya Orizuka yang pernah ditayangkan di layar lebar adalah summer breeze sehingga tak perlu diragukan lagi karya-karya penulis berbakat ini. Karya-karya Orizuka memiliki khas tersendiri, yaitu cerita yang sederhana dan mengalir, luwes dan mengaduk perasaan-terkadang membuat menangis, haru, terkikik geli dan tentunya baper.

Walaupun sudah beberapa kali mengkhatamkan buku ini, aku baru mengetahui bahwa novel ini pernah dibukukan sebelumnya dengan judul Miss J. Namun karena perusahaan tersebut tutup, novel ini diterbitkan kembali oleh teen noura dengan peremajaan di beberapa bagian. Novel ini bertemakan kisah SMA seorang gadis yang memiliki jerawat dan menginginkan romansa masa sekolah dengan cowok idamannya yang merupakan idola di sekolah tersebut. Meskipun mengambil kisah yang cukup mainstream, penulis berhasil membuat cerita mengalir dengan gaya khasnya dan membuat pembaca puas dengan hasilnya.

Cover buku tersebut didominasi dengan warna kuning terang-seakan menyimbolkan masa remaja yang ceria seperti tokoh utamanya, Lea. Terdapat seragam sekolah SMA-lengkap dengan kemeja putih, jumper hitam bergaris oranye dan rok kotak-kotak yang mewakili isi cerita, tentang masa sekolah. Selain itu, terdapat pula dua bola- yaitu bola basket dan bola sepak seakan menegaskan bahwa SMA identik dengan ekskul bola sepak dan basket. Tak hanya mengandalkan cover dan cerita yang menarik, novel ini juga memiliki gambar-gambar lucu yang sesuai dengan cerita pada beberapa bagian-sehingga pembaca tidak jenuh hanya melihat tulisan.

Buku setebal 318 halaman ini dibagi atas sembilan belas bab di mana semua bab saling berkaitan sehingga pembaca mudah memahami alurnya. Kelebihan dari novel ini adalah bahasanya yang sederhana dan menghibur-tingkah laku pemerannya kocak, terutama Lea and the geng. Selain itu, alur terasa padat-tidak berbelit-belit ataupun terlalu cepat dan banyak ditemukan di kehidupan sehari-hari. Hanya saja, tidak banyak kejutan di dalamnya sehingga bagi pembaca pecinta thiller atau genre berbau teka-teki, maka novel ini tidak direkomendasikan. Meskipun begitu, ada beberapa hal yang membuat pembaca penasaran dan ingin segera menyelesaikan keseluruhan halaman, misalnya tokoh Raya yang misterius dan gadis yang Rio sukai. Secara keseluruhan, novel ini sangat menghibur di kala gundah ataupun sekadar memanfaatkan waktu luang.

Alur yang digunakan adalah alur maju (perhatian : bagian setelah ini mengandung spoiler!), di mana tahapannya pengenalan situasi-di mana tokoh Lea menjelaskan situasinya yang sedang bercermin di kamarnya, tahapan kemunculan konflik-di mana tokoh Lea di-bully karena memiliki jerawat dan ia merasa tidak nyaman dengan jerawatnya di depan lelaki yang ia sukai, tahapan klimaks-saat Lea dipermalukan di panggung dan menyatakan perang dengan Barbie and the geng, tahapan antiklimaks-saat Lea mulai menerima dirinya sendiri dan berjuang untuk memenangkan OSIS dan tahapan penyelesaian-saat Lea berhasil menjadi ketua OSIS dan bersikap apa adanya di hadapan Raya-sosok yang ia sukai dan menyukainya pula apa adanya.

Banyak tokoh yang terlibat dalam novel ini, di antaranya Lea and the geng (Sabil, Alex dan Vidi)-sekelompok siswi yang berani menentang senioritas di sekolahnya, Barbie and the klon-sekelompok siswi yang popular karena kecantikannya dan jabatan mereka di OSIS namun sombong dan senang membuat masalah dengan semua orang. Selain kedua geng tersebut, tokoh yang mendukung cerita ini adalah Raya-cowok misterius berwajah datar yang selalu menyendiri di pinggir lapangan bola, Rio- salah satu cowok tampan yang banyak digemari para siswi dan maniak dengan komik ataupun playstation, Dimas-cowok idaman para siswi karena keimutan dan ketampanannya, Tante Tarisa- Dokter Kulit baik hati yang berhasil membuat tokoh utama menghilangkan jerawat-jerawatnya, dan masih banyak lagi.

Seperti buku-buku bacaan lainnya-yang termasuk dalam karya sastra/cerita, novel berjudul Call Me Miss J ini memiliki banyak nilai kehidupan yang ditawarkan. Poin utama yang bisa diambil adalah mencintai diri sendiri merupakan hal utama-tidak peduli apapun termasuk jatuh cinta. Karena sejatinya, pasangan yang baik adalah pasangan yang menerima apa adanya-bukan ada apanya seperti Dimas-yang mau mendekati Lea saat gadis itu sudah cantik dan bebas dari jerawat. Salah satu scene yang mewakili hal ini adalah ucapan Alex saat menasehati Lea yang nethink karena melakukan hal memalukan di hadapan Dimas. Selain mengajarkan untuk mencintai diri sendiri, novel ini juga mengajarkan untuk menghargai orang lain-entah mereka cantik atau tidak, kaya atau tidak, dan sebagainya-karena sejatinya semua orang itu cantik dan tampan. Seperti apa yang dilakukan oleh Lea and the geng, mereka semua unik, ada yang tomboi namun peduli, ada yang feminim namun polos, ada yang bermulut pedas namun jujur, dan ada yang kadang tak percaya diri dengan jerawatnya namun berani menentang ketidakadilan. Semua perbedaan itu membuat persahabatan mereka erat dan saling melengkapi-saling bahu membahu untuk meringankan beban satu sama lain. Scene-scene yang menggambarkan nilai-nilai kehidupan tersebut, diantaranya sebagai berikut.

“Maksud gue, lo harusnya sadar. Kalo Dimas nggak suka lo apa adanya, berarti dia bukan cowok yang tepat buat lo,” kata Alex lagi. (2013 : 20)

 .....

“Untuk apa, sih.” Alex memotong kata-kataku dengan suara berat. “Lo ngejar-ngejar orang yang nggak bisa nerima lo apa adanya?”

Aku terdiam. Alex ada benarnya. Tak peduli apa pun yang kulakukan, aku tak akan bisa bersama Dimas. Maksudku, walaupun aku tidak berjerawat dan tidak asal bunyi, Dimas tidak akan pernah melirikku karena banyak cewek yang lebih cantik dariku. Oleh karena itu, aku harus berhenti mengeluhkan hal-hal yang tidak berguna seperti ini. Menyadari kenyataan pahit ini, aku pun mendesah pasrah. (2013 : 21-22)

 .....

“Sorry ya guys,” sesalku, merasa bersalah akan hukuman yang akan dihadapi teman-temanku. Padahal ini, kan, tentang miss J yang kemarin. Tidak seharusnya mereka ikut terkena hukuman karena masalah jerawat sial ini.

“Ngomong apa lo?” Alex merangkul bahuku sambil nyengir. “Ini bukan masalah buat kita. Cuma seminggu doang. Selama seminggu itu, pastiin kita udah dapat ide untuk ngehancurin dia.” (2013 :59)

 

Tak dapat dipungkiri, bahwa bully masih marak ditemukan, terutama di sekolah menengah. Namun, dengan berani, Lea and the geng melawan pembullyan dan senioritas yang terjadi tanpa takut. Hal ini tentu akan membuat sekolah menjadi lebih aman dan nyaman. Bully yang banyak terjadi di sekolah, memiliki banyak macamnya-baik dari pengucilan, hukuman berlebihan tanpa sebab yang jelas, ucapan yang menyakitkan, hingga pukulan fisik. Sebagai mahluk sosial yang saling membutuhkan orang lain, tentu kita tidak boleh membiarkan hal negatif ini terjadi di sekeliling kita. Oleh karena itu, tindakan Lea and the geng perlu diacungi jempol dalam melawan pembullyan-terutama dari senior ke junior.

Kami semua memutuskan untuk berteman, setelah berdiskusi selama dua jam pada suatu siang yang terik di depan tiang bendera. Saat itu, kami sama-sama tidak terima dengan perbuatan senior yang kami pandang sebagai hanya cari-cari kesalahan: Sabil dihukum berjemur-sambil dimarah-marahi tak jelas-sampai mimisan hanya karena salah satu kaus kakinya melorot. Setelah berembuk, kami akhirnya memutuskan untuk menarik Sabil dari barisan dan bersama-sama melangkah santai ke kantin sehingga membuat bengong seluruh senior. Peristiwa itu begitu diingat banyak orang..... (2013 : 9)

 

Selain pembullyan, Lea dan teman-teman juga berusaha untuk melawan ketidakadilan di sekolah-di mana ayah Barbie merupakan ketua yayasan sehingga ia bisa menjadi ketua OSIS selama dua tahun berturut-turut. Selama ia menjabat menjadi ketua OSIS, selain terjadi senioritas di mana-mana, banyak dana ekstrakulikuler yang melenceng dari seharusnya. Hal ini tentunya akan berdampak pada ekstrakulikuler yang tidak mendapat hak-dana dari sekolah karena uangnya masuk ke dana tambahan ekskul tertentu saja. Selain itu, dari tokoh Barbie, pembaca juga bisa belajar bahwa menjadi seorang pemimpin, harus bertanggungjawab atas amanah tersebut, bukan malah memanfaatkan jabatan tersebut untuk kepentingan pribadi seperti gadis cantik itu. Hal ini juga membuktikan bahwa untuk memilih seorang pemimpin, tak hanya dari penampilan fisik belaka, namun juga bagaimana cara ia berpikir dan menangani suatu permasalahan. Tentunya hal ini bukan cara yang mudah, namun harus tetap dilakukan agar benar-benar mendapatkan pemimpin terbaik.

“Apa? Ametha?” Salah seorang cowok berkata sinis. “Dia bakalan sama aja kayak Barbie!”

“Dan, kenapa tepatnya kalian sebel sama Barbie?”

“Karena semua dana dari sekolah untuk ekskul langsung disalurkan buat kepentingan basket dan cheerleaders,” jawab Irvan, “untuk ikut lomba aja kami harus patungan karena Barbie nggak mau kasih kami sepeser pun.”

Aku mengangakan mulutku. Barbie menyelewengkan dana ekskul.

“Tapi, kalo kita menang, pialanya diambil,” timpal seorang cowok kelas sepuluh, “licik banget pokoknya.” (2013 : 239)

 

Dari ucapan Raya, pembaca juga belajar bahwa manusia bukan mahluk yang sempurna. Mereka bisa jatuh cinta dan melakukan hal-hal yang tidak wajar-bodoh dan bucin-dan itulah yang membuat kita menjadi manusia. Meskipun begitu, tetaplah bersyukur dan tidak perlu menyalahkan diri sendiri atas sesuatu yang tidak diinginkan.

“Lo juga bukan cewek sempurna, lo harus ingat itu,” Raya mencoba menenangkanku. “Lo Cuma lagi jatuh cinta. Orang bisa ngelakuin hal yang nggak wajar kalo lagi jatuh cinta. Barbie kayaknya tahu benar soal hal ini.” (2013 : 191)

[....]

“Nggak apa-apa, kok. Akuin aja. Itu namanya perasaan. Itu yang bikin kita manusia,” kata Raya lagi. (2013 : 191)

 

Salah satu nilai yang bisa dipetik lainnya adalah saat Lea menerangkan kepada Raya bahwa ia tidak bisa selalu menyendiri, ia butuh teman-untuk mendukungnya, mendengar ceritanya, menguatkannya dan membuatnya terus maju. Dan teman-apalagi sahabat-yang benar-benar peduli akan jauh lebih berharga dari emas ataupun berlian-karena mereka akan sulit ditemukan kembali meskipun dicari di mana pun. Selain itu, sosok Lea mengajarkan bahwa tidak perlu menyesali semua yang sudah terjadi. Meskipun menangis, akan ada hari di mana seseorang bangkit dari keterpurukan dan meraih dunia impiannya. Walaupun ia dipermalukan oleh Barbie dan Dimas di hadapan seluruh siswa, guru dan petinggi sekolah, namun ia tak ingin berlama-lama terpuruk, ia segera bangkit keesokan harinya dan mencoba tidak menghiraukan omongan orang lain.

“Lo tahu,” kataku sambil menendang-nendang pelan bola itu, “Podolski mungkin pemain yang bagus kalau ada di depan sendiri. Tapi, apa lo pernah berpikir, dia nggak akan ada apa-apanya tanpa Walcott, Cazorla, atau teman-temannya yang lain di belakang?”

Aku tahu Raya melongo saat aku menyebutkan semua nama itu. Namun, aku tak begitu peduli. Aku melempar-lempar bola di udara.

“Setiap orang harus punya orang lain di belakangnya,” kataku lagi sambil menatap Raya yang masih menatapku, “hidup itu sama kayak main bola. Tanpa orang lain, lo nggak akan mungkin bisa menang. Yang ada lo hancur.” (2013 : 250-251)

 .....

“Gue bener-bener bego udah percaya gitu aja sama Dimas,” kataku di sela isakan, “Oh ya, gue emang bego. Kalo enggak, gue nggak bakal semenyedihkan ini.”

Raya masih terdiam. Aku benar-benar menghargainya.

“Gue bahkan mempertaruhkan persahabatan gue demi hal yang nggak penting kayak begini! Gue mempermalukan diri gue di depan mereka!” kataku, mulai histeris saat akhirnya paham kalau aku sudah kehilangan banyak hal. (2013 : 191)

 .....

Aku tak ingin menyendiri lagi. Aku benar-benar ingin berangkat ke sekolah, walaupun aku dipermalukan di depan seluruh sekolah. Aku tak boleh merasa kalah. Aku cewek kuat. Aku akan memikirkan cara untuk membalas Barbie dan Dimas. Kesal sekali rasanya karena sampai sekarang, aku belum juga dapat ide bagus. (2013 : 198)

 

Demikian review novel yang berjudul Call Me Miss J kali ini. Secara keseluruhan, cerita ini menarik untuk dibaca karena cerita sederhana dan mengalir, bisa mencampuradukkan perasaan dan membuat seseorang terpingkal karena ulah karakternya. Meskipun tidak mudah membuat bosan, novel ini tidak cocok dibaca untuk pembaca penggemar teka-teki yang sulit dipecahkan, karena ceritanya yang ringan dan tidak membutuhkan banyak berpikir dalam membacanya. Teruslah membaca dan perluas imajinasimu! Happy reading!

"Hidup itu sama kayak main bola. Tanpa orang lain, lo nggak akan mungkin bisa menang. Yang ada lo hancur." (2013 : 251)

Komentar

Postingan Populer