REVIEW NOVEL : MENCINTAI DIRI SENDIRI MELALUI NOVEL CALL ME MISS J KARYA ORIZUKA
REVIEW NOVEL : MENCINTAI DIRI SENDIRI MELALUI NOVEL CALL
ME MISS J KARYA ORIZUKA
Judul : Call Me Miss
J.
Penulis : Orizuka
Penerbit : Teen Noura
– Noura Books
Terbit : 2013
Halaman : 318 lembar
Sinopsis:
ULASAN BUKU
Bagi penggemar
novel-novel romansa modern yang sederhana namun tetap tidak membosankan,
pasti tak asing dengan nama ORIZUKA. Awalnya, aku mengira bahwa novel ini
merupakan terjemahan dari negeri sakura-mengingat nama penulisnya yang mirip
dengan nama-nama di negeri itu. Ternyata, ORIZUKA merupakan singkatan dari nama
panjang penulis yaitu Okke Rizka Septania dan merupakan salah satu penulis
kesayanganku selain Ifa Avianty dan Santhy Agatha.
Novel Orizuka
berjudul Call Me Miss J ini merupakan novel Orizuka yang pertama kali kubaca-dan
langsung membuat jatuh cinta sehingga tak pernah berpikir dua kali untuk
membeli novel dengan penulis yang sama. Salah satu karya Orizuka yang pernah
ditayangkan di layar lebar adalah summer breeze sehingga tak perlu
diragukan lagi karya-karya penulis berbakat ini. Karya-karya Orizuka memiliki
khas tersendiri, yaitu cerita yang sederhana dan mengalir, luwes dan mengaduk
perasaan-terkadang membuat menangis, haru, terkikik geli dan tentunya baper.
Walaupun sudah
beberapa kali mengkhatamkan buku ini, aku baru mengetahui bahwa novel ini
pernah dibukukan sebelumnya dengan judul Miss J. Namun karena perusahaan
tersebut tutup, novel ini diterbitkan kembali oleh teen noura dengan
peremajaan di beberapa bagian. Novel ini bertemakan kisah SMA seorang gadis
yang memiliki jerawat dan menginginkan romansa masa sekolah dengan cowok
idamannya yang merupakan idola di sekolah tersebut. Meskipun mengambil kisah
yang cukup mainstream, penulis berhasil membuat cerita mengalir dengan
gaya khasnya dan membuat pembaca puas dengan hasilnya.
Cover buku tersebut
didominasi dengan warna kuning terang-seakan menyimbolkan masa remaja yang
ceria seperti tokoh utamanya, Lea. Terdapat seragam sekolah SMA-lengkap dengan
kemeja putih, jumper hitam bergaris oranye dan rok kotak-kotak yang
mewakili isi cerita, tentang masa sekolah. Selain itu, terdapat pula dua
bola- yaitu bola basket dan bola sepak seakan menegaskan bahwa SMA identik dengan ekskul bola sepak dan basket. Tak hanya mengandalkan cover dan cerita yang menarik, novel ini
juga memiliki gambar-gambar lucu yang sesuai dengan cerita pada beberapa
bagian-sehingga pembaca tidak jenuh hanya melihat tulisan.
Buku setebal 318
halaman ini dibagi atas sembilan belas bab di mana semua bab saling berkaitan
sehingga pembaca mudah memahami alurnya. Kelebihan dari novel ini adalah
bahasanya yang sederhana dan menghibur-tingkah laku pemerannya kocak, terutama
Lea and the geng. Selain itu, alur terasa padat-tidak berbelit-belit
ataupun terlalu cepat dan banyak ditemukan di kehidupan sehari-hari. Hanya
saja, tidak banyak kejutan di dalamnya sehingga bagi pembaca pecinta thiller
atau genre berbau teka-teki, maka novel ini tidak direkomendasikan.
Meskipun begitu, ada beberapa hal yang membuat pembaca penasaran dan ingin segera
menyelesaikan keseluruhan halaman, misalnya tokoh Raya yang misterius dan gadis
yang Rio sukai. Secara keseluruhan, novel ini sangat menghibur di kala gundah
ataupun sekadar memanfaatkan waktu luang.
Alur yang digunakan
adalah alur maju (perhatian : bagian setelah ini mengandung spoiler!), di mana
tahapannya pengenalan situasi-di mana tokoh Lea menjelaskan situasinya yang
sedang bercermin di kamarnya, tahapan kemunculan konflik-di mana tokoh Lea di-bully
karena memiliki jerawat dan ia merasa tidak nyaman dengan jerawatnya di depan
lelaki yang ia sukai, tahapan klimaks-saat Lea dipermalukan di panggung dan
menyatakan perang dengan Barbie and the geng, tahapan antiklimaks-saat
Lea mulai menerima dirinya sendiri dan berjuang untuk memenangkan OSIS dan tahapan
penyelesaian-saat Lea berhasil menjadi ketua OSIS dan bersikap apa adanya di
hadapan Raya-sosok yang ia sukai dan menyukainya pula apa adanya.
Banyak tokoh yang
terlibat dalam novel ini, di antaranya Lea and the geng (Sabil, Alex dan
Vidi)-sekelompok siswi yang berani menentang senioritas di sekolahnya,
Barbie and the klon-sekelompok siswi yang popular karena kecantikannya
dan jabatan mereka di OSIS namun sombong dan senang membuat masalah dengan semua orang. Selain kedua geng tersebut, tokoh yang mendukung cerita
ini adalah Raya-cowok misterius berwajah datar yang selalu menyendiri di
pinggir lapangan bola, Rio- salah satu cowok tampan yang banyak digemari para
siswi dan maniak dengan komik ataupun playstation, Dimas-cowok idaman
para siswi karena keimutan dan ketampanannya, Tante Tarisa- Dokter Kulit baik
hati yang berhasil membuat tokoh utama menghilangkan jerawat-jerawatnya, dan
masih banyak lagi.
Seperti buku-buku bacaan
lainnya-yang termasuk dalam karya sastra/cerita, novel berjudul Call Me Miss
J ini memiliki banyak nilai kehidupan yang ditawarkan. Poin utama yang bisa
diambil adalah mencintai diri sendiri merupakan hal utama-tidak peduli apapun
termasuk jatuh cinta. Karena sejatinya, pasangan yang baik adalah pasangan yang
menerima apa adanya-bukan ada apanya seperti Dimas-yang mau mendekati Lea saat
gadis itu sudah cantik dan bebas dari jerawat. Salah satu scene yang mewakili
hal ini adalah ucapan Alex saat menasehati Lea yang nethink karena
melakukan hal memalukan di hadapan Dimas. Selain mengajarkan untuk mencintai
diri sendiri, novel ini juga mengajarkan untuk menghargai orang lain-entah mereka
cantik atau tidak, kaya atau tidak, dan sebagainya-karena sejatinya semua orang
itu cantik dan tampan. Seperti apa yang dilakukan oleh Lea and the geng, mereka
semua unik, ada yang tomboi namun peduli, ada yang feminim namun polos, ada
yang bermulut pedas namun jujur, dan ada yang kadang tak percaya diri dengan
jerawatnya namun berani menentang ketidakadilan. Semua perbedaan itu membuat persahabatan mereka erat
dan saling melengkapi-saling bahu membahu untuk meringankan beban satu sama
lain. Scene-scene yang menggambarkan nilai-nilai kehidupan tersebut,
diantaranya sebagai berikut.
“Maksud gue, lo
harusnya sadar. Kalo Dimas nggak suka lo apa adanya, berarti dia bukan cowok
yang tepat buat lo,” kata Alex lagi. (2013 : 20)
“Untuk apa, sih.”
Alex memotong kata-kataku dengan suara berat. “Lo ngejar-ngejar orang yang nggak
bisa nerima lo apa adanya?”
Aku terdiam. Alex
ada benarnya. Tak peduli apa pun yang kulakukan, aku tak akan bisa bersama
Dimas. Maksudku, walaupun aku tidak berjerawat dan tidak asal bunyi, Dimas tidak
akan pernah melirikku karena banyak cewek yang lebih cantik dariku. Oleh karena
itu, aku harus berhenti mengeluhkan hal-hal yang tidak berguna seperti ini. Menyadari
kenyataan pahit ini, aku pun mendesah pasrah. (2013 : 21-22)
“Sorry ya guys,”
sesalku, merasa bersalah akan hukuman yang akan dihadapi teman-temanku. Padahal
ini, kan, tentang miss J yang kemarin. Tidak seharusnya mereka ikut terkena
hukuman karena masalah jerawat sial ini.
“Ngomong apa lo?”
Alex merangkul bahuku sambil nyengir. “Ini bukan masalah buat kita. Cuma seminggu
doang. Selama seminggu itu, pastiin kita udah dapat ide untuk ngehancurin dia.”
(2013 :59)
Tak dapat dipungkiri,
bahwa bully masih marak ditemukan, terutama di sekolah menengah. Namun,
dengan berani, Lea and the geng melawan pembullyan dan senioritas yang
terjadi tanpa takut. Hal ini tentu akan membuat sekolah menjadi lebih aman dan
nyaman. Bully yang banyak terjadi di sekolah, memiliki banyak macamnya-baik
dari pengucilan, hukuman berlebihan tanpa sebab yang jelas, ucapan yang
menyakitkan, hingga pukulan fisik. Sebagai mahluk sosial yang saling
membutuhkan orang lain, tentu kita tidak boleh membiarkan hal negatif ini
terjadi di sekeliling kita. Oleh karena itu, tindakan Lea and the geng perlu
diacungi jempol dalam melawan pembullyan-terutama dari senior ke junior.
Kami semua
memutuskan untuk berteman, setelah berdiskusi selama dua jam pada suatu siang
yang terik di depan tiang bendera. Saat itu, kami sama-sama tidak terima dengan
perbuatan senior yang kami pandang sebagai hanya cari-cari kesalahan: Sabil
dihukum berjemur-sambil dimarah-marahi tak jelas-sampai mimisan hanya karena
salah satu kaus kakinya melorot. Setelah berembuk, kami akhirnya memutuskan
untuk menarik Sabil dari barisan dan bersama-sama melangkah santai ke kantin
sehingga membuat bengong seluruh senior. Peristiwa itu begitu diingat banyak
orang..... (2013 : 9)
Selain pembullyan, Lea dan teman-teman juga berusaha untuk melawan ketidakadilan di sekolah-di mana ayah Barbie merupakan ketua yayasan sehingga ia bisa menjadi ketua OSIS selama dua tahun berturut-turut. Selama ia menjabat menjadi ketua OSIS, selain terjadi senioritas di mana-mana, banyak dana ekstrakulikuler yang melenceng dari seharusnya. Hal ini tentunya akan berdampak pada ekstrakulikuler yang tidak mendapat hak-dana dari sekolah karena uangnya masuk ke dana tambahan ekskul tertentu saja. Selain itu, dari tokoh Barbie, pembaca juga bisa belajar bahwa menjadi seorang pemimpin, harus bertanggungjawab atas amanah tersebut, bukan malah memanfaatkan jabatan tersebut untuk kepentingan pribadi seperti gadis cantik itu. Hal ini juga membuktikan bahwa untuk memilih seorang pemimpin, tak hanya dari penampilan fisik belaka, namun juga bagaimana cara ia berpikir dan menangani suatu permasalahan. Tentunya hal ini bukan cara yang mudah, namun harus tetap dilakukan agar benar-benar mendapatkan pemimpin terbaik.
“Apa? Ametha?”
Salah seorang cowok berkata sinis. “Dia bakalan sama aja kayak Barbie!”
“Dan, kenapa tepatnya
kalian sebel sama Barbie?”
“Karena semua
dana dari sekolah untuk ekskul langsung disalurkan buat kepentingan basket dan
cheerleaders,” jawab Irvan, “untuk ikut lomba aja kami harus patungan karena Barbie
nggak mau kasih kami sepeser pun.”
Aku mengangakan
mulutku. Barbie menyelewengkan dana ekskul.
“Tapi, kalo kita
menang, pialanya diambil,” timpal seorang cowok kelas sepuluh, “licik banget
pokoknya.” (2013 : 239)
Dari ucapan Raya,
pembaca juga belajar bahwa manusia bukan mahluk yang sempurna. Mereka bisa
jatuh cinta dan melakukan hal-hal yang tidak wajar-bodoh dan bucin-dan itulah
yang membuat kita menjadi manusia. Meskipun begitu, tetaplah bersyukur dan
tidak perlu menyalahkan diri sendiri atas sesuatu yang tidak diinginkan.
“Lo juga bukan
cewek sempurna, lo harus ingat itu,” Raya mencoba menenangkanku. “Lo Cuma lagi
jatuh cinta. Orang bisa ngelakuin hal yang nggak wajar kalo lagi jatuh cinta. Barbie
kayaknya tahu benar soal hal ini.” (2013 : 191)
[....]
“Nggak apa-apa,
kok. Akuin aja. Itu namanya perasaan. Itu yang bikin kita manusia,” kata Raya
lagi. (2013 : 191)
Salah satu nilai yang
bisa dipetik lainnya adalah saat Lea menerangkan kepada Raya bahwa ia tidak
bisa selalu menyendiri, ia butuh teman-untuk mendukungnya, mendengar ceritanya,
menguatkannya dan membuatnya terus maju. Dan teman-apalagi sahabat-yang
benar-benar peduli akan jauh lebih berharga dari emas ataupun berlian-karena
mereka akan sulit ditemukan kembali meskipun dicari di mana pun. Selain itu, sosok
Lea mengajarkan bahwa tidak perlu menyesali semua yang sudah terjadi. Meskipun menangis,
akan ada hari di mana seseorang bangkit dari keterpurukan dan meraih dunia impiannya.
Walaupun ia dipermalukan oleh Barbie dan Dimas di hadapan seluruh siswa, guru
dan petinggi sekolah, namun ia tak ingin berlama-lama terpuruk, ia segera
bangkit keesokan harinya dan mencoba tidak menghiraukan omongan orang lain.
“Lo tahu,” kataku
sambil menendang-nendang pelan bola itu, “Podolski mungkin pemain yang bagus
kalau ada di depan sendiri. Tapi, apa lo pernah berpikir, dia nggak akan ada
apa-apanya tanpa Walcott, Cazorla, atau teman-temannya yang lain di belakang?”
Aku tahu Raya
melongo saat aku menyebutkan semua nama itu. Namun, aku tak begitu peduli. Aku melempar-lempar
bola di udara.
“Setiap orang
harus punya orang lain di belakangnya,” kataku lagi sambil menatap Raya yang
masih menatapku, “hidup itu sama kayak main bola. Tanpa orang lain, lo nggak akan
mungkin bisa menang. Yang ada lo hancur.” (2013 : 250-251)
“Gue bener-bener
bego udah percaya gitu aja sama Dimas,” kataku di sela isakan, “Oh ya, gue
emang bego. Kalo enggak, gue nggak bakal semenyedihkan ini.”
Raya masih
terdiam. Aku benar-benar menghargainya.
“Gue bahkan
mempertaruhkan persahabatan gue demi hal yang nggak penting kayak begini! Gue mempermalukan
diri gue di depan mereka!” kataku, mulai histeris saat akhirnya paham kalau aku
sudah kehilangan banyak hal. (2013 : 191)
Aku tak ingin
menyendiri lagi. Aku benar-benar ingin berangkat ke sekolah, walaupun aku dipermalukan
di depan seluruh sekolah. Aku tak boleh merasa kalah. Aku cewek kuat. Aku akan
memikirkan cara untuk membalas Barbie dan Dimas. Kesal sekali rasanya karena
sampai sekarang, aku belum juga dapat ide bagus. (2013 : 198)
Demikian review novel yang berjudul Call Me Miss J kali ini. Secara keseluruhan, cerita
ini menarik untuk dibaca karena cerita sederhana dan mengalir, bisa mencampuradukkan
perasaan dan membuat seseorang terpingkal karena ulah karakternya. Meskipun tidak
mudah membuat bosan, novel ini tidak cocok dibaca untuk pembaca penggemar
teka-teki yang sulit dipecahkan, karena ceritanya yang ringan dan tidak
membutuhkan banyak berpikir dalam membacanya. Teruslah membaca dan perluas
imajinasimu! Happy reading!
"Hidup itu sama kayak main bola. Tanpa orang lain, lo nggak akan mungkin bisa menang. Yang ada lo hancur." (2013 : 251)
Komentar
Posting Komentar