Dunia Literasi: Menelisik Budaya Banjar melalui Karya Sastra Urang Banua

Dunia literasi:  Menelisik Budaya Banjar melalui Karya Sastra Urang Banua

"Orang yang tidak mengetahui sejarah, asal usul, dan budaya masa lalunya seperti pohon tanpa akar." 
Marcus Garvey

Bukan rahasia umum bahwa sebuah karya sastra berisi realita yang dituangkan penulis melalui tulisan. Untuk menciptakan karya sastra yang baik, penulis perlu melakukan riset sesuai problema yang diangkat. Tak jarang, penulis juga menyisipkan berbagai nilai kehidupan yang dapat dipetik di kemudian hari. Dengan beragam kisah menarik tersebut, readers bisa belajar banyak hal, misalnya budaya lokal yang tersirat di dalamnya.

Nah, kali ini, aku akan mengajak kamu mengintip uniknya budaya Banjar melalui karya-karya sastra hebat. Penasaran, bukan? Yuk, langsung kita intip bersama!

Bulan Sabit Di Langit Burniau karya Hafiez Aliyatul Anwar

https://hafiezsofyani.wordpress.com/2019/10/29/novel-bulan-sabit-di-langit-burniau-norneo-part-1-hawa-dingin-kota-malang/

‘Dan maut pun datang dan pergi hingga menutup zaman.’

Kutipan tersebut merupakan salah satu quotes menarik yang ditemukan dalam harya sastra ini. Bercerita tentang seorang pemuda Banjar yang merantau ke Yogyakarta demi mengejar mimpinya. Berbagai kepelikan hidup harus dilewati diiringi kisah cinta segitiga.  Awal membaca buku ini, aku sempat mengira kisah ini true based story karena tokoh utama juga seorang perantau Banjar yang merantau ke Yogyakarta. Dikutip dari Banjarmasin Post, sebulan pertama sejak diluncurkan, karya ini sudah laku hingga 500 eksemplar dan dinobatkan sebagai best seller di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Keren betul, kan?

Di samping benar atau tidaknya fakta true based story tersebut, aku sangat menikmati kisah yang mengalir hingga akhir. Kabarnya, karya yang kental dengan islamisasi di Banjar ini ditulis saat Hafiez masih berkuliah. Dia juga mengakui bahwa kisah ini terinspirasi dari kisah cinta yang pernah terjadi pada kehidupan seorang ulama kharismatik Kalimantan Selatan, Syekh Muhammad Arsyad Albanjari.

Cerita yang ditawarkan cukup kompleks dengan berbagai plotwist yang tak mudah ditebak. Buku ini juga bisa dijadikan sarana dakwah karena masih dalam lingkup pesantren. Tak hanya itu, sebagai seorang generasi Banjar, aku sangat kagum dengan penyampaian budaya lokal yang diselipkan. Tanpa menggurui, tanpa menghakimi, dan tanpa membandingkan. Ada beberapa scene yang menguras air mata. Ada pula scene yang mengembangkan senyum bahagia. Pokoknya komplit dan perfect!


Jendela Seribu Sungai  Karya Miranda Seftiana dan Avesina Soebli

https://www.banjarmasinkota.go.id/2022/12/jendela-seribu-sungai.html

‘Ketika mimpi menyentuh jendela, sungai membawanya menjadi nyata’

Mengisahkan tentang persahabatan tiga gadis dengan latar belakang sosial dan ekonomi yang berbeda. Arian, anak seorang seniman Kurinding asal Kalimantan Selatan, bertemu dengan Bunga dan Kejora. Bunga merupakan seorang gadis penderita Cerebal Palsy, sedangkan Kejora adalah gadis dari Gunung Meletus yang membawa mereka menghadapi petualangan tak terduga (goodreads).

Ketiga gadis ini dikisahkan memiliki mimpi yang terbilang sederhana, seperti ingin bersekolah. Hebatnya, penulis mampu membuat mimpi sederhana itu menjadi begitu besar melalui kata-kata sederhana. Selain itu, hal menarik lainnya dari karya ini adalah penulis berhasil mengeksplorasi sisi-sisi budaya masyarakat secara mendalam. Perbedaan budaya-budaya dari ketiga tokoh dapat dilihat melalui dialog, konflik batin, tindakan tokoh, dan keseharian mereka. Salah satu penulisnya, Miranda, yang lahir di Kalimantan Selatan membuat kisah budaya Banjar di sini semakin terasa nyata.

Meskipun dominan akan budaya lokal masyarakat Banjar, buku ini juga menyelipkan budaya lain misalnya lereng gunung. Buku ini juga menyiratkan problema kesehatan mental, terutama cerebral palsy. Penulis juga menambahkan kosakata dan budaya lokal Banjar agar kisah semakin terlihat nyata. Terdapat berbagai plotwist tak terduga yang worth it untuk dibaca. Nah, tertarik untuk mengintip budaya Banjar melalui karya berjudul Jendela Seribu Sungai ini?


Augustan karya Sri Naida

https://asyikasyik.com/belenggu-syahnur-johansyah-dalam-novel-augustan/

Novel karya Penulis Banua berjudul Augustan ini sempat dibedah di studio RRI Banjarmasin. Kabarnya, buku ini merupakan trilogi bagian pertama dengan tebal 550 halaman. Wow, tebal sekali ya?

Sastra ini berlatar belakang di aliran sungai Banjarmasin hingga Raha di Sulawesi Tenggara.  Kisahnya bermula dari Syahnur Johansyah, seorang perempuan yang menikah di usia sangat muda. Untuk menghalau kesendirian, merebut harga diri, mencapai pendidikan, dan pendewasaan diri, dia harus berjuang menghadapi kungkungan strata sosial dan gender.

Novel ini mengkritik ciri orang Banjar yang sulit bersuara, apalagi perempuan yang terlibat dalam perdebatan. Karena itulah, hak mereka-tanah air mereka dikuasai oleh bangsa asing. Dalam trilogy bagian pertama ini, penulis ingin menyampaikan bahwa kita harus berani bersuara dan bertindak untuk mempertahankan tanah milik kita.


Palui

https://www.kompasiana.com/kaekaha.4277/5c20e0aabde5755f01741667/mengenal-si-palui-si-kabayan-dari-tanah-banjar?page=2&page_images=2


Sebagai warga asli Kalimantan Selatan, tentu kita tak asing dengan kisah-kisah Palui ini, kan? Tulisan yang awalnya berstatus anonim dalam berbagai kabar harian lokal ini  sudah ada sejak tiga puluh tahun lebih. Kisah-kisah yang diangkat pun beragam dengan bahasa lokal, Bahasa Banjar. Dalam kisah-kisah tersebut, Palui mengandung banyak nilai-nilai sosial maupun agama yang relate dengan kehidupan masyarakat lokal.


Dandaman Kada Bapancung karya Aliman Syahrani

https://www.tribunnews.com/video/2016/01/10/bedah-novel-bahasa-banjar-dandaman-kada-bapancung

Dandaman Kada Bapancung karya Aliman Syahrani

Tihang galam sulam katapi

Rata andaknya, Ka ai, di higa tangga

Siang tabayang malam tamimpi

Rasa pian, Ka ai ada di higa


Terjemahan Rindu yang tak berkesudahan

Tiang bambu sulam katapi

Susunannya rata di samping tangga

Siang terbayang, malam terbawa mimpi

Seakan dirimu ada di sisiku


Novel karya generasi banua selanjutnya adalah Dandaman Kada Bapancung yang ditulis oleh sastrawan lokal Aliman Syahrani. Novel yang diterbitkan Pustaka Banua dan diluncurkan oleh Bupati Hulu Sungai Selatan di Pendopo Kabupaten, 27 November 2015 ini menggunakan bahasa Banjar. Ini bukan novel berbahasa Banjar pertama yang lahir di banua. Sebelumnya, sastrawan HSS juga, Burhanuddin Soebely (1957-2012) sudah menerbitkan dua judul di tahun 2005.

Buku dengan terjemahan rindu yang tak berkesudahan ini sudah mengalami dua kali cetak. Meskipun menggunakan bahasa lokal dengan gaya bahasa unik, kata-kata yang digunakan masih terbilang asing sehingga tak banyak pembaca yang mampu memahami kisah dalam sekali baca. Jika dilihat dari sudut pandang lain, hal ini menjadi kekuatan positif dalam buku karena dapat memperbanyak kosa kata baru pembaca. Dalam Tribbun News, Tajudin Noor Ghani juga berharap, dengan adanya karya seperti ini, ahli bahasa akan tergerak untuk menulis kamus bahasa Banjar berdasarkan novel tersebut.

Tak hanya menggunakan bahasa lokal, penulis juga menyelipkan unsur-unsur budaya lokal dalam karyanya tersebut, misalnya penggunaan latar tempat di daerah-daerah Kalimantan Selatan, seni bapantun, mantra, dan religi. Salah satu contohnya adalah mayoritas islam dengan bacaan mantra dan mengandung kalimat tauhid, seperti barakat mangata Laillaha illallah Muhammaddarasulullah.


Lambung Mangkurat karya Randu Alamsya

https://ulm.ac.id/id/2018/03/29/bedah-novel-lambung-mangkurat/


Novel berjudul Lambung Mangkurat karya Randu Alamsya ini penuh dengan budaya-budaya lokal. Dalam beberapa referensi, Lambung Mangkurat adalah seorang tokoh sejarah, yaitu anak dari pendiri kerajaan Dipa. Dalam sejarahnya, tokoh ini menjadi penjahat yang tega melakukan kekejaman apapun, bahkan membunuh keluarganya.

Dikutip dalam bedah buku yang dihadiri oleh sastrawan, dosen dan mahasiswa di lingkungan ULM, Menurut sang penulis novel, Lambung Mangkurat adalah jarum yang patah dalam tapak waktu sejarah Banjar. Sosoknya melayang-layang di langit mitos, realitas, dan tetap menghantui para peminat sejarah Banjar hingga sekarang. Banyak yang mempercayai bahwa Lambung Mangkurat tak pernah benar-benar ada, meski hal ini tentu saja akan menjadi lucu karena namanya sudah popular di masyarakat, bahkan universitas paling tua di Kalimantan bahkan meminjam namanya: Universitas Lambung Mangkurat.

Salah satu narasumber dalam bedah buku tersebut, Helius Sjamsuddin, menyampaikan bahwa secara keseluruhan novel Lambung Mangkurat ini bagus, dari bahasa yang digunakan dalam dialog hingga lukisan suasana alam dan sekitarnya hidup. Beliau juga berharap akan banyak sastrawan yang akan menulis dan menghasilkan karya-karya bermutu yang selain menghibur, juga mendidik dan memberikan pencerahan serta bermanfaat bagi masyarakat luas.(Humas ULM).


Terbukti kalau orang banua pun mampu berprestasi, kan? Karya-karya luar biasa itu tentu lahir dari budaya leluhur yang memorable untuk selalu dikenang. Selain sebagai bahan hiburan, karya-karya tersebut berfungsi sebagai upaya pelestarian budaya lokal, khususnya masyarakat Banjar yang mendominasi Kalimantan Selatan. Hal ini bisa dilihat dari selipan budaya-budaya lokal dalam tulisan, baik itu secara langsung ataupun tidak. 

Yuk, turut lestarikan budaya daerahmu! Jangan lupa sharing juga ya! Readers bisa ceritakan budaya menarik dari daerahmu di kolom komentar 😊

Nah, itulah beberapa karya sastra menarik yang memuat banyak budaya lokal, khususnya budaya Banjar. Setiap daerah tentunya memiliki keunikan dan kekhasan masing-masing ya! Jadi, apa rekomendasi buku yang menceritakan keunikan budaya lokal di  daerahmu? Bisa sharing di kolom komentar ya! Jangan lupa untuk membaca tulisan-tulisanku yang lainnya. Kritik dan saran juga akan sangat membantuku mengintropeksi diri. Sekian dulu tulisanku kali ini! Teruslah membaca dan perluas imajinasimu! Salam budaya! 


Referensi

https://ulm.ac.id/id/2018/03/29/bedah-novel-lambung-mangkurat/

https://www.tribunnews.com/video/2016/01/10/bedah-novel-bahasa-banjar-dandaman-kada-bapancung

https://www.kompasiana.com/zulfaisalputera/576248444d7a61f0066877e2/idabul-aliman

Komentar

Postingan Populer