Review Novel : Kerinduan Terhadap Anak dalam ‘Long and Lasting Love’ by Ifa Avianty

 
 
            Review Novel : Kerinduan Terhadap Anak dalam ‘Long and Lasting Love’ by Ifa Avianty


Judul : Long and Lasting Love

Penulis : Ifa Avianty

Penerbit : Jendela

Published : 2010

Jumlah Halaman : 352


            REVIEW

        Setelah lama membaca novel tanpa berniat memberi review melalui tulisan, akhirnya aku berhasil mengunggah satu tulisan lagi. Kali ini, novel yang akan aku review berjudul Long and Lasting Love karya Ifa AviantyMenurutku, mbak Ifa merupakan salah satu penulis novel yang selalu berhasil menamparku secara halus. Sebagai perempuan, aku sering mengeluh ini itu, sering malas jika diminta memasak ke dapur, sering menolak untuk membersihkan kamar bahkan sekadar mencuci piring setelah makan. Padahal masih ada banyak perempuan malang yang selalu dan selalu mengucapkan syukur seperti Sisy. Dari sosok Sisy, readers bisa belajar banyak hal, salah satunya menjadi perempuan kuat yang tetap mengucap syukur meski cobaan datang bertubi-tubi.

         Cover buku didominasi dengan warna ungu berilustrasi sebuah keluarga-ayah, ibu dan dua anak laki-laki. Mereka sedang berdiri di hamparan rumput hijau dan membelakangi langit biru berhiaskan awan putih-cantik sekali. Selain judul buku, penulis dan penerbit, terdapat kutipan dari sebuah lagu berbahasa Inggris. Dominasi ketiga warna pun terbilang sangat bagus. Meskipun begitu, aku merasa bahwa pakaian keluarga tersebut sangat islami-ketiga laki-laki dengan gamis arab putih dan penutup kepala, serta perempuan yang menggunakan gamis hitam bercadar. Sisi islami ini seakan-akan menggambarkan bahwa cerita ini memfokuskan pada islam, padahal meskipun beberapa bagian menceritakan ada tokoh berhijab, sedang salat berjamaah dan membaca al-quran, namun cerita ini cocok-cocok saja dinikmati oleh readers yang beragama lain. Penulis juga lebih sering menggunakan kata Tuhan daripada Allah sehingga aku menangkap bahwa fokus cerita bukan mengarah pada islami, melainkan masalah rumah tangga ketiga tokoh.

           Novel ini sangat cocok dibaca oleh perempuan yang menyukai genre romance namun bukan picisan, bercampur dengan medis dan feminism-karena tokoh utama berfokus pada tiga orang perempuan karier dengan permasalahan rumah tangga masing-masing. Secara tersurat, penulis menentang adanya sistem patriarki yang banyak dijumpai di masyarakat. Permasalahan ini seakan menjadi ciri khas dari seorang Ifa Avianty, seperti tulisannya yang lain berjudul Simply love, Friendship Love dan Home dengan fokus utama masing-masingPenulis memberi kritik ketidakadilan gender secara terang-terangan yaitu saat seorang perempuan mandul, ia akan dihujat habis-habisan dan harus mau ‘dimadu’, sedangkan saat laki-laki yang mengalaminya, perempuan yang berpoliandri akan dicap sebagai perempuan tak tahu diri. Uniknya, novel ini juga kental akan dunia medis-terutama kesehatan pada organ perempuan dan ditulis based on true story.

          Cerita diawali pada pertemuan tiga perempuan yang memiliki masalah rumah tangga yang sama-sulit memiliki anak meskipun sudah bertahun-tahun menikah (Hati-hati, bagian setelah ini mengandung spoiler!). Selanjutnya, cerita kembali pada masa lalu ketiga tokoh, dari pertemuan pertama mereka dengan suami hingga akhirnya menikah, permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi semasa berumah tangga hingga keinginan mereka memiliki momongan yang tak jua kesampaian. Novel ini terbilang unik, karena selain based on true story, cerita ini dilengkapi dengan penjelasan medis penyakit yang diderita tokoh-tokohnya. Meskipun bisa menambah wawasan readers mengenai penyakit medis-terutama pada organ perempuan, penjelasan ini juga sempat membuat jenuh dan bosan. Namun tak perlu berkecil hati, readers bisa langsung men-skip bagian tersebut apabila tidak berminat membacanya.

Aku sangat menyukai novel ini. Selain karena alasan-alasan sebelumnya, gaya cerita mbak Ifa yang segar, gaul dan tidak membosankan berhasil membuat emosi diaduk-aduk. Namun-tentu saja- tak ada karya yang sempurna. Hal pertama adalah penjelasan medis terlalu lengkap dan banyak sehingga rawan membuat jenuh. Namun, readers bisa saja melewati bagian ini sehingga tidak terlalu mengganggu. Selanjutnya, terdapat part yang membingungkan karena tokoh saya tiba-tiba berganti. Hal ini cukup meresahkan karena sebelumnya tokoh saya mengarah pada Ardi, namun tiba-tiba berganti menjadi Anna tanpa penjelasan apapun (terdapat di hlm. 301). Meskipun kedua tokoh tersebut sepasang suami istri, namun hal tersebut sempat membuatku bertanya-tanya dan membaca ulang bagian tersebut. Hal terakhir dan yang paling membuatku terganggu adalah ending! Yap, ending yang  sangat menggantung. Aku bahkan mencari informasi apakah mbak Ifa menulis bagian kedua novel ini karena rasa penasaranku akan keadaan dua tokoh utama, Tya dan Sisy pada akhirnya. Namun, jika aku menyimpulkan secara keseluruhan, aku sangat puas dengan karya luar biasa yang dituliskan mbak Ifa tahun 2010 ini.

Tak lengkap rasanya jika kita tak membahas mengenai nilai kehidupan yang terkandung dalam sebuah tulisan. Dalam novel ini, readers seakan diingatkan bahwa tak ada pernikahan yang sempurna dan happy ending forever seperti cerita cinderella. Sebagai manusia-terutama perempuan, kita juga harus tangguh dalam menghadapi setiap cobaan dan selalu mengucap syukur. Sosok Sisy sangat menginspirasi, meskipun digambarkan tak terlalu cantik fisiknya, ia memiliki binar mata yang hangat dan senyum yang manis. Sosoknya yang lembut dan sabar seakan memperlihatkan seberapa besar cobaan yang pernah ia hadapi sepanjang hidupnya. Meskipun begitu, tak pernah ia melewatkan kewajibannya sebagai seorang hamba-bersyukur salah satunya. Ia juga mandiri dan tidak bergantung kepada laki-laki, kisah cintanya pun patut untuk dinikmati-tidak picisan ataupun lebay.

 “Tapi Tuhan ternyata ada selalu di dekatku. Dia mengetuk pintu hatiku dengan kerinduanku untuk bersujud hanya pada-Nya. Aku datang lagi dan lagi kepadanya-Nya. Sebab ternyata hanya Dia yang bisa kupercayai dalam hidup ini.” (2010:58)

Novel ini mengkritik pola pikir masyarakat tentang seseorang yang ‘mandul’, terutama terhadap kaum hawa. Aku seakan-akan tertampar dengan kenyataan tersebut. Meskipun sudah banyak perempuan-maupun laki-laki yang menjunjung tinggi feminis, namun sistem sosial ini masih dipegang erat oleh banyak orang. Sungguh miris bukan? Sebagai perempuan, aku sungguh merasakan ketidakadilan terhadap gender ini.

 [...] Lihatlah betapa tidak adilnya perlakuan sistem sosial masyarakat kepada perempuan. kalau dia mandul, dia harus rela dicerai dan dimadu. Hua... aku lebih baik bunuh diri setelah membunuh suamiku dan istri barunya itu daripada aku dicerai dan dimadu. Tapi coba, bagaimana penilaian masyarakat terhadap istri dan suaminya mandul? Kan dia nggak mungkin melakukan poliandri toh? Atau dia selingkuh biar bisa punya anak? Habislah dia dicaci maki masyarakat sekelilingnya. Kalau dia minta cerai? Dia akan dianggap sebagai istri yang tak sabar, tidak setia dan enaknya saja (2010:140).

Novel ini bisa menjadi motivasi untuk pasangan suami/istri yang sudah menikah namun tak kunjung diamanahi keturunan. Ada banyak alternatif yang bisa dilakukan untuk menyalurkan rasa kebapakan atau keibuan saat belum memiliki anak, misalnya bayi tabung, membuka panti asuhan untuk anak-anak terlantar atau mengadopsi anak seperti yang dilakukan pasangan Anna-Ardi. Tak lupa juga tetap berusaha dengan berkonsultasi kepada ahlinya atau proses bayi tabung. Ketiga pasangan-dan kisah-kisah pembaca yang juga termuat di sana- membuktikan bahwa kehidupan pernikahan tak selalu indah, banyak lika-liku yang menghadang, apalagi jika sudah menjadi orang tua. Meskipun begitu, mereka mencoba menikmati peran tersebut dengan bersyukur dan selalu iklas. Bagi mereka, kebahagiaan pasangan mereka adalah kebahagiaan mereka. Sederhana, namun tetap bermakna.

Novel ini juga mengkritik orang-orang yang suka mengurusi kehidupan orang lain, menilai secara sepihak dan memandang sebelah mata tanpa tahu kebenarannya. Bagi suami-istri yang belum memiliki anak misalnya, orang yang pertama kali dicemooh adalah istri. Padahal bisa saja hal tersebut disebabkan oleh suami yang mandul atau memang belum waktunya. Cemoohan ini sangat rentan membuat pasangan tersebut-terutama sang istri down dan semakin stres. Apalagi bila ditambah dengan peringatan ‘lama-lama suamimu bakal dapat istri baru loh kalau kamu ga bisa ngasih keturunan, dll’. Ironi sekali, bukan? Padahal hal tersebut tidak berpengaruh ataupun merugikan mereka sama sekali, tetapi mereka senang sekali ikut campur tanpa diminta.

Novel ini juga menampilkan realita yang memprihatinkan mengenai anak. Di saat banyaknya kasus kekerasan anak atau pembuangan bayi, banyak pasangan lain yang begitu merindukan bayi-bayi mungil. Mereka begitu berusaha hingga melakukan berbagai cara hanya untuk satu orang anak. Bagi pasangan suami/istri tersebut, bayi merupakan pelipur lara dan pengerat hubungan antara pasangan yang tak ternilai harganya. Sungguh miris melihat bayi-bayi itu dibuang di tempat tak layak dan dipenuhi lalat. Apapun situasi yang telah terjadi di kehidupan orang tuanya, bayi mungil itu tak pantas untuk diperlakukan seperti itu. 

Hal terakhir yang menarik adalah anjuran untuk selalu memperhatikan kesehatan tubuh-terutama bagian reproduksi. Kesehatan organ reproduksi memang masih tabu untuk dibicarakan hingga saat ini. Namun, pengetahuan mengenai kesehatan organ reproduksi-seperti payudara, rahim, ovarium hingga vagina ternyata sangat penting dipahami. Terutama, sebagai perempuan, kita harus memahami apa saja hal yang dapat memicu penyakit pada organ reproduksi dan bagaimana menghindarinya. Hal ini dikarenakan proses timbulnya penyakit ini biasanya berjangka panjang dan apabila sudah parah akan menyebabkan mandul, hingga kematian.

Nah itulah beberapa poin yang bisa kusampaikan mengenai novel berjudul Long and Lasting Love karya Ifa Avianty ini. Novel ini sangat kurekomendasikan bagi readers yang menginginkan cerita sederhana, namun penuh makna tentang gender, terutama dalam lingkup pernikahan-makna anak dalam dunia rumah tangga. Banyak hal yang bisa dipelajari dari cerita ini yang pastinya bisa menjadi sarana intropeksi diri untuk diri sendiri ataupun pasangan. Cerita yang sederhana, diksi yang mudah dipahami dan kepiawaian penulis mengaduk perasaan readers menjadikan novel ini sangat layak dinikmati, baik untuk remaja ataupun dewasa.  Intinya, aku sangat puas dengan karya Mbak Ifa Avianty untuk ke sekian kalinya. GOOD JOB MBAK IFA!! Sekian dulu tulisanku untuk kali ini! Teruslah membaca dan perluas imajinasimureadersHappy reading!

“Di atas cinta ada cinta. cinta adalah sebuah anugerah terindah yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Cinta mengajarkan kita untuk selalu bersyukur. Cinta menuntun kita untuk selalu ingin menjadi lebih baik lagi.” (2010:3)

 

Komentar

Postingan Populer